Penamaan “Sintren” merupakan gabungan dari dua suku kata,
“Si” dan “Tren”. Dalam bahasa Jawa, “Si” berarti “dia” dan “Tren” berarti “tri”
atau panggilan dari kata “Putri”. Sehingga Sintren adalah “Si Putri” yang
menjadi objek pemeran utama dalam pertunjukan kesenian ini. Sintren disebut
juga dengan nama Lais. Sintren, sebagai tarian dengan nuansa mistis yang
bersumber dari kisah cinta Sulasih dengan Sulandono. Dalam perkembangannya tari
sintren sebagai hiburan budaya yang dilengkapi penari pendamping dan bodor
(lawak). Alat musik yang digunakan ada waditra, gendang, dan gong. Alat
pendukungnya yaitu tikar berwarna putih, tangga dari bamu, tambang, pakaian
putri, kurungan ayam, kaca mata hitam, bunga minimal 7 warna, dupa, minyak
wangi, korek api, arang, dan kemenyan.
Tari tradisional ini terkenal di pesisir utara Jawa Barat dan Jawa Tengah,
antara lain Indramayu, Cirebon, Majalengka, Jatibarang, Brebes, Pemalang,
Banyumas, dan Pekalongan. Daerah penyebarannya meliputi Desa Bantar Panjang,
Desa Cibeureum, Desa Cibingbin, Desa Cisaat, Desa Dukuh Badag, Desa Sukasari,
Desa Tanjung Kerte, Desa Tarikolot, Kab. Brebes, Kab. Cirebon, Kab. Indramayu,
Kab. Kuningan, dan Kab. Majalengka.
SEJARAH
Asal terciptanya Sintren berawal dari cerita tentang Sulandono sebagai putra Ki
Baurekso hasil perkawinannya dengan Dewi Rantamsari. Raden Sulandono memadu
kasih dengan Sulasih seorang putri dari Desa Kalisalak, namun hubungan asmara
tersebut tidak mendapat restu dari Ki Baurekso, akhirnya R. Sulandono pergi
bertapa dan Sulasih memilih menjadi penari. Meskipun demikian pertemuan
keduanya masih terus berlangsung melalui alam gaib. Pertemuan tersebut diatur
oleh Dewi Rantamsari yang memasukkan roh bidadari ke tubuh Sulasih, pada saat
itu pula R. Sulandono yang sedang bertapa dipanggil roh ibunya untuk menemui
Sulasih dan terjadilah pertemuan keduanya.
Sejak saat itulah setiap diadakan pertunjukan sintren sang
penari pasti dimasuki roh bidadari oleh pawangnya, dengan catatan bahwa hal
tersebut dilakukan oleh gadis yang masih perawan. Selain itu, penari sintren
diwajibkan berpuasa terlebih dahulu agar tubuh sang penari tetap dalam keadaan
suci dan menjaga tingkah lakunya agar tidak berbuat dosa dan berzina yang akan
menyulitkan roh masuk ke dalam tubuh.
Dalam kesenian rakyat, Dewi Lanjar berpengaruh dalam permainannya. Pawang
sering mengundang roh Dewi Lanjar untuk masuk ke dalam permainan sintren. Bila
roh Dewi Lanjar berhasil diundang maka penari sintren akan terlihat lebih
cantik dan membawakan tarian lebih lincah dan memesona.
TOKOH-TOKOH SINTREN
1.
Warijah (Almh) di Desa Dukuh Badag
tahun 1930
2.
Darpi (Almh) di Desa Cibingbin tahun
1935
3.
Jatmadi di Desa Cisaat tahun
1942
4.
Unti di Desa Dukuh Badag tahun
1944
5.
Waluh di Desa Dukuh Badag tahun
1973
6.
S.Subagyo di Desa Dukuh Badag tahun
1979
PERTUNJUKAN
Tari sintren biasanya diawali dengan
Dupan yaitu ritual doa bersama untuk memohon perlindungan dari
marabahaya kepada Tuhan selama pertunjukan berlangsung. Berikut beberapa bagian
dalam proses pertunjukan sintren:
7.
Paripurna
Pawang menyiapkan seseorang yang akan dijadikan sintren
dengan ditemani 4 dayang. Proses ini sampai pada tahap sang penari keluar dari
kurungan dan siap menari.
·
Balangan
Penonton melempar sesuatu ke arah sintren dan penari akan
pingsan saat tersentuh lemparan tersebut. Sintren sadar dan terasuki kembali
roh bidadari saat pawang membacakan mantra sambil mengusap wajahnya.
·
Temohan
Sintren membawa nampan ke penonton untuk meminta tanda
terima kasih dengan uang seikhlasnya.
Berdasarkan waktu penyelenggaraannya, ada dua gaya sintren, yaitu:
8.
Sintren yang sengaja diselenggarakan
bebas, tanpa terbatas dengan wayah (waktu yang biasanya berkaitan dengan
musim). Sintren jenis ini sering dipentaskan di berbagai acara hajatan
pernikahan, sunatan atau sekedar penyambutan tamu dalam acara pemerintahan.
Sintren ini diiringi musik tarling dangdut. Pelaku utama sintren tak hanya satu
sintren wanita saja sebagai bendara (tuan perempuan), melainkan ditambah
satu sintren pria (biasa disebut lais), dan empat orang pemuda yang
bertugas menghibur yang biasa disebut bodor. Lais bias dimainkan
terpisah dengan satu lais dan empat bodor.
9.
Sintren yang penyelenggaraannya
diadakan dalam waktu-waktu tertentu, biasanya diadakan pada saat kemarau
panjang, selama 35 sampai dengan 40 hari. Sintren jenis ini dipercaya sebagai
ritual pemanggil hujan. Sintren terdiri dari satu bendara wanita dan
empat orang bodor.
Ritual Sintren Bebas dan Sintren Pemanggil Hujan nyaris
sama, yaitu dimulai dengan koor nyanyian “turun sintren” oleh maksimal sepuluh
atau minimal dua penyanyi. Si wanita calon sintren duduk bersila memangku cepon
berisi mahkota, kaca mata hitam, selendang, aksesoris (biasanya rangkaian bunga
melati panjang), dan alat rias. Setelah pawang sintren membacakan mantra-mantra
di sebuah cobek yang berisi bara dan ditaburi kemenyan (masyarakat pesisir
biasa menyebutnya prekuyan). Kemudian gadis calon sintren ditutupi
kurungan ayam berukuran besar yang sudah dibalut dengan kain penutup warna
merah dan kuning. Sementara koor penyanyi tidak berhenti selama kurang lebih 5
sampai 10 menit lalu kurungan ayam yang dipakai untuk mengurungi si gadis
dibuka, keajaiban pun terjadi, si gadis yang sebelum masuk kurungan hanya
berpakaian biasa sudah berubah menjadi gadis yang bersolek cantik, bibir merah,
bermahkota dan rangkaian bunga melati menjulur ke bawah, tersemat di kanan dan
kiri telinganya, bak ratu kerajaan dengan selendang panjang yang menjuntai
simetris di samping pinggul. Si Gadis sudah menjadi sintren atau ndara
bagi calon bodor-bodornya yang belum direkrut yang lalu dengan spontan
menari dengan gemulai mengikuti rentak gendang kempul dan nyanyian “turun
sintren”.
BUSANA
10.
Baju keseharian biasa
11.
Baju golek (baju tanpa lenganyang biasa
digunakan dalam tari golek)
12.
Kain jarit untuk bawahan
13.
Celana cinde (celana tiga perempat
yang panjangnya sampai lutut)
14.
Sampur
15.
Jamang (hiasan rambut di kepala,
untaian bunga melati di kanan dan koncer di kiri telinga)
16.
Sabuk
17.
Kaus kaki hitam atau putih
18.
Kaca mata hitam. Berfungsi sebagai
penutup mata selama penari selalu memejamkan mata akibat tidak sadarkan diri.
Ciri khas sintren dan menambah daya Tarik atau mempercantik penampilan.
JUMLAH PEMAIN
19.
Penabuh bambu ruas (3 orang)
20.
Penabuh gendang (1 orang)
21.
Penabuh gong (1 orang)
22.
Penabuh kecrek (1 orang)
23.
Seorang anak perempuan
24.
Pelawak (2-3 orang)
25.
Vokalis pria (1 orang)
26.
Juru kawih (5-6 orang)
27.
Punduh (1 orang)
TEMBANG PENGIRING SINTREN
28.
Iringan proses pembentukan
sintren
Tembang “turun sintren” digunakan sebagai doa pembuka agar
roh Sulasih masuk ke dalam raga calon penari sintren. Saat tembang dilantunkan
maka penari sintren akan ganti pakaian dari pakaian biasa ke pakaian sintren
dalam keadaan badan terikat tali dalam kurungan.
Turun-turun sintren
Sintrene widadari
Nemu kembang ning ayun ayunan
Kembange siti mahendra
Widadari temurunan naranjing ka awak sira
Kemudian lagu “sih solasih” (tembang permohonan agar tali
pengikat bias lepas) dilantukan berulang-ulang menunggu penari sintren selesai
berpakaian tari.
Sih solasih solandana
Menyan putih pengundang dewa
Ala dewa saking sukma
Widadari temurunan
Lalu disusul dengan lagu “kembang gewor” (penari pengawal)
mengelilingi sintren dalam kurungan.
Kembang gewor bungbung kelapa lumeor
Geol-geol bu sintren pan jaluk bodor
Bumbunya kelapa muda
Goyang-goyang (sambil
menggoyangkan kurungan)
Nyi sintren minta bodor
·
Iringan penyajian hiburan
Tembang dolanan khas sintren dan tembang yang sesuai keadaan
saat ini misalnya lagu-lagu campur sari.
·
Iringan penutup
Tembang “turun sintren” untuk pertanda bahwa permainan
sintren akan usai. Lalu dilantunkan tembang “piring kedawung” untuk melepas roh
Dewi Sulasih dan akhirnya sintren berganti busana keseharian.
Turun-turun sintren
Sintrene widadari
Nemu kembang yun ayunan
Nemu kembang yun ayunan …
FUNGSI SINTREN
29.
Sarana hiburan masyarakat.
30.
Apresiasi seni dan nilai-nilai
estetik masyarakat.
31.
Digunakan untuk keperluan ritual
seperti bersih desa, sedekah laut, upacara tolak bala, nazar, ruwatan, dan
pernikahan.
32.
Memperingati hari-hari besar seperti
ulang tahun kemerdekaan dan hari jadi.
Kabarnya, tari sintren makin jarang dipentaskan. Merosotnya
pamor sintren diikuti sulitnya mencari penari sintren yang mau menari dan belum
menikah di usia muda. Kalau traveller menonton langsung tarian ini
jangan sentuh penarinya, ya! Ingat, sang sintren akan jatuh pingsan.
0 Komentar