Penari Sintren yang kemasukan roh bidadari



Warisan leluhur di Indonesia begitu beragam. Tak sedikit pula yang bersentuhan dunia  di dimensi seberang. Salah satunya adalah Tarian Sintren. Pertunjukan tarian mistis yang berasal dari Cirebon itu konon melibatkan roh bidadari saat dipertontonkan.
mengenai kesenian sintren, tentu erat kaitannya dengan seorang penari perempuan. Ya, kesenian asli Cirebon, Jawa Barat itu memang harus dimainkan oleh seorang gadis yang masih perawan (suci), serta dibantu pawang dengan diiringi gending berjumlah enam orang.
Salah seorang mantan penari sintren bernama Reni (68) mengatakan, jika sosok 'bidadari' yang merasuki para pemain sintren, memang benar adanya. Ia selalu mengalami hal tersebut, saat masih aktif menjadi penari sintren pada rentang tahun 1971-1972.
saat sang penari akan dimasukkan ke dalam kurungan ayam, biasanya ia akan diikat dengan seutas tali. Selanjutnya, dibacakan mantra-mantra oleh seorang pawang hingga akhirnya tak sadarkan diri. Setelah dimasukkan, sang penari tampak sudah berganti baju, dengan mengenakan kostum dan kacamata hitam.
"Kan enggak sadarkan diri, terus ditali juga. Saat keluar tiba-tiba sudah ganti pakai kostum. Terus ya langsung nari, yang gerakin badan kan bukan kita, tapi bidadari. Kalau dilempar sama uang, kita akan pingsan lagi. Nah baru saat itu, dikasih asap kemenyan biar si bidadari masuk lagi, " tuturnya.
Dia mengaku sejak kecil sudah akrab dengan kesenian sintren. Mengingat, kedua orangtuanya pun adalah seniman sintren di Haurgelis, Indramayu, Jawa Barat
Tarian Sintren ini berasal dari sebuah legenda percintaan Sulandono dengan Sulasih. Namun, kisah cinta mereka tidak mendapat restu dari Ki Bahurekso, ayah dari Sulandono. Kemudian, Sulandono bertapa dan Sulasih memilih menjadi seorang penari dan mereka bertemu di alam gaib. 
Dalam pertunjukan Sintren sang penari harus dalam keadaan suci atau perawan. Jika tidak, roh sang bidadari tidak mau merasuki tubuh penari tersebut. Sebelum penari beraksi, dia terlebih dahulu diikat menggunakan tali dan dimasukkan ke kurungan yang sempit dengan ditutup kain.
Kemudian si pawang akan membacakan mantra sambil diiringi musik dan lagu Kembang Terate, Gulung-Gulung Klasa, Turun Sintren, Simbar Pati, Kilar Blatar dan lainnya. Lagu dan musik yang mengiringinya dipercaya dapat mendatangkan roh bidadari.
eksistensi kesenian tradisional secara perlahan mulai memudar di masyarakat. Mereka hanya memandang kesenian tradisional sebagai sarana penghibur semata, tanpa mencari tahu makna yang tersimpan di dalamnya.
Salah satu wilayah di Indonesia yang memiliki banyak kesenian tardisional adalah Kota Cirebon. Bahkan, beberapa di antaranya sudah tersohor hingga ke luar negeri, seperti tari topeng dan juga sintren.
Dari banyaknya kesenian tradisional di Cirebon, yang paling ikonik dan berbeda, ialah kesenian sintren. Kesenian ini dianggap oleh sebagian masyarakat awam, memiliki unsur mistis yang begitu kuat.
Elemen-elemen yang ada dalam kesenian sintren, seperti kacamata hitam, menyan yang dibakar, hingga seorang penari wanita yang diyakini kemasukan sosok roh 'bidadari
Atraksi itu kian membuat masyarakat semakin percaya, kalau kesenian ini penuh dengan hal mistis. Elemen-elemen yang ada pada kesenian sintren sendiri antara lain, pemain yang menjadi penari sintren, kurungan, kemenyan, sesaji, tali dan doa.
Sintren mulanya berasal dari dua suku kata, yakni kata sindir dan tetaren. Dua kata tersebut memiliki arti, menyindir menggunakan syair-syair sajak.
Awalnya, kegitan ini merupakan aktivitas pemuda, yang saling bercerita dan memberikan semangat satu sama lain, khususnya, setelah kekalahan besar pada perang besar Cirebon yang berakhir sekitar tahun 1818 lampau.
Ada juga yang menyebut, kalau kata sintren berasal dari dua kata si dan tren, yang artinya adalah 'ia putri', maknanya sebenarnya yaitu, yang menari bukan lah si penari sintren, tapi roh seorang putri. Dalam versi ini, sintren sendiri mengisahkan, soal kisah percintaan Ki Joko Bahu dengan Rantamsari, yang tidak disetujui oleh Sultan Agung, sang Raja Mataram.
Kemudian karena tak diberi restu, akhirnya Ki Joko Bahu dan Rantamsari dipisahkan. Saat hendak dipisahkan, tersiar kabar jika Ki Joko Bahu meninggal dunia. Akan tetapi, Rantamsari tetap mencari kekasihnya dengan menyamar sebagai penari sintren, karena merasa tidak percaya.
Sejarah kesenian sintren sendiri menurut Bambang masih menjadi misteri, karena jika berbicara tentang sejarah, maka setidaknya harus ada sesuatu yang membuktikannya, baik itu berupa catatan atau sekadar benda peninggalan.
Senada yang disampaikan Bambang, sejarawan dan budayawan Cirebon, Opan Safari mengatakan, sejarah sintren hingga saat ini masih simpang siur. Dia sendiri hanya membagi sintren dalam beberapa fase, ditinjau dari perkembangannya sejak dulu hingga sekarang.
Fase pertama yaitu sintren dimaknai sebagai media dakwah pada masa Sunan Gunung Jati, kemudian fase kedua, sintren dimaknai sebagai alat perjuangan ketika masa penjajahan Belanda dan yang ketiga, sintren sendiri dimaknai sebagai hiburan pada masa sekarang.
"Sintren itu banyak ajaran filosofi. Setiap zaman sintren dimaknai berbeda-beda, karena sintren itu memang dinamis.
Ada beberapa makna yang terdapat di balik pertunjukan Sintren, antara lain: perta ma, makna mistis yang memiliki hubungan dengan perolehan secara magis simpatetik. Ini tercermin lewat lagu-lagu yang dilantunkan dengan monoton tapi sederhana dan mampu memberikan kekuatan tertentu, sehingga pemain Sintren dari kondisi terikat kuat dapat lepas dan berpakaian dalam hitungan menit. Kedua , makna teatrikal. Makna teatrikal ini digambarkan dengan tampilnya pawang dengan pemain Sintren dan kurungan secara simultan. Lalu Sintren berganti rupa dalam penampilannya sejak diikat dan dimasukkan ke dalam kurungan dan keluar lagi serta masuk lagi dalam kurungan. Pertunjukan semacam itu merupakan adegan teatrikal yang menarik bagi siapa pun yang melihatnya. Ketiga , makna simbolik. Makna simbolik ini ditunjukan bahwa pertunjukan Sintren dahulu hampir slalu ditampilkan pada saat selesai panen. Ini menunjukan rasa syukur atas keberhasilan panen yang dimiliki oleh para petani yang ingin berbagi kebahagiaan dan kebersamaan dengan warga sekitarnya, oleh karena itu dalam pertunjukan Sintren juga dihidangkan berbagai macam makanan.
Dalam masa kinipun, seni sintren menunjukan pesan ega litarian dan hubungan antara pencipta dengan yang dicipta. Pesan egalitarian, karena untukpertunjukkannya, segenap warga yang ditempati pertunjukan sintren melakukangotong royong mengumpulkan uang untuk menjamu dan sekedar memberi transport anggota paguyuban sintren.Hubungan pencipta dan yang dicipta, karena dalam pertunjukan sintren terdapat lagu-lagu yang berisi permohonan kepada Sang Pencipta, kini bahkan dinyanyikan shalawat nabi.
Meski tekanan modernitas begitu kuat, tetapi sebagai seni tradisional keberdayaan seni Sintren tetap eksis karena adanya semangat para pelaku seni Sintren yang berusaha menghidupkan kesenian Sintren lebih dari sebuah "pengabdian" untuk melestarikan budaya warisan nenek moyang, atau adanyakeinginan kuat mempertahankan nilai-nilai kearifan lokal yang tersimpan di dalamnya, sebagaimana yang dilakukan oleh salah satunya adalah anggota Paguyuban Sintren Slamet Rahayu Dusun Sirau Kelurahan Paduraksa.


0 Komentar