Penelitian ini bertujuan
untuk mendeskripsikan karakter musik Sintren Brebes yang memiliki keunikan
terutama dalam instrumen dan laras/tangga nada yang digunakan. Penelitian ini
difokuskan pada karakter instrumen, pola melodi, dan harmonisasi lagu yang digunakan
dalam Analisis Karakter Fungsi Instrumen Musik Sintren Brebes. Metode
penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif. Penelitian dilakukan dengan
dua prinsip kerja, yaitu penelitian studi kepustakaan dan studi lapangan berupa
observasi, wawancara dan dokumentasi dalam bentuk video yang kemudian menjadi
sumber data untuk dianalisis. Adapun untuk menganilisis karakter musik Sintren
Brebes.Hasil penelitian menunjukan bahwa: (1) Instrumen dalam musik Sintren
Brebes yaitu terdapat instrumen moderen seperti gitar elektrik dan keyboard.
Gitar elektrik bermain dengan berimprovisasi nada-nada yang menggunakan tangga
nada pentatonis pelog dan pentatonis slendro. Instrumen gitar elektrik tidak
bermain sebagai pengiring tetapi bermain sebagai melodi utama. Instrumen
keyboard bermain hanya sebagai pengiring (memainkan akor). Instrumen
selanjutnya adalah gendang dan vokal. Permainan gendang dalam Sintren Brebes
bermain secara berimprovisasi tetapi tetap dalam tempo aslinya (a tempo). Vokal
bermain menggunakan teknik sinden sunda; (2) Periode/kalimat pada lagu Sintren
Brebes merupakan melodi berjalan yang temanya berkembang atau bisa dikatakan
perkembangan tema melodi yang menjadi sebuah lagu. Bisa disebut repetisi, yaitu
pola gerakan yang diulang-ulang. Berdasarkan hasil analisis tangga nadanya
terdapat dua tangga nada, yaitu Tangga Nada Slendro yang terdiri dari nada 1
(ji) – 2 (ro) – 3 (lu) – 5 (mo) – 6 (nem) dan Tangga Nada Pelog yang terdiri
dari nada 1 (ji) – 3 (lu) – 4 (pat) – 5 (mo) – 7 (pi); (3) Harmoni/akor yang
digunakan yaitu akor I-ii- iii-IV-V-vi. Akor I – IV - V selalu digunakan dalam
suasana mayor, sedangkan akor ii, iii dan vi selalu dalam suasana minor. Karena
yang digunakan adalah tangga nada pentatonis pelog dan pentatonis slendro.
Tetapi dalam progresi akornya sudah terdapat akor oktaf (P8) dan balikan.
Kesenian tradisional
terasa lebih terbelakang saat ini, dibandingkan dengan kesenian yang bersifat
populer. Hal ini dikarenakan kesenian populer dapat dinikmati oleh semua
masayarakat yang ada di dunia. Setiap masyarakat, baik sadar atau tidak
mengembangkan kesenian sebagai ungkapan dan pernyataan rasa estetik yang
merangsangnya sejalan dengan pandangan, aspirasi, kebutuhan, dan
gagasan-gagasan yang mendominasi. Pada umumnya kesenian yang tumbuh dan
berkembang dalam masyarakat bersifat sosio-religius, yakni tidak dapat
dipisahkan dari kehidupan sosial dan erat kaitannya dengan kepercayaan
masyarakat yang bersangkutan. Setiap daerah mempunyai kesenian tradisional yang
mungkin akan terdengar asing bagi daerah-daerah lain. Hal ini dikarenakan
kesenian tradisisional tersebut hanya berlaku di daerah tersebut. Ada juga
beberapa kesenian tradisional yang menjadi umum, artinya kesenian tradisional
tersebut dapat dinikmati bahkan dimainkan oleh masyarakat di Indonesia.
Kesenian sebagai salah satu unsur kebudayaan yang merupakan perwujudan gagasan
dan perasaan manusia yang berkaitan dengan aktivitas manusia dalam
kehidupannya. Kesenian selalu dikaitkan dengan keindahan yang memberikan
kenikmatan bagi manusia yang melihatnya. Hal tersebut seperti yang diungkapkan
oleh Suharti (2006; 61) sebagai berikut:Sebagai salah satu unsur kebudayaan
kesenian adalah betul-betul sebagai hasil perilaku bermakna yang intinya dapat
mengundang nilai plus bagi manusia, karena seni selalu dikaitkan dengan
keindahan atau hal-hal yang menarik dan memberi kenikmatan bagi manusia. Sebab
system budaya kesenian ada ide-ide untuk penciptaan, norma-norma untuk memahami
keindahannya, dan tujuan dari kesenian tersebut. Begitupun dengan perkembangan
dari salah satu kesenian tradisional pesisir pantai utara khususnya di daerah
Brebes. Di daerah Brebes terdapat kesenian-kesenian tradisional antara lain
Sintren Brebes, Burok, dan Reog Banjarharjo, tetapi kesenian yang unggul adalah
kesenian Sintren Brebes. Kesenian tradisional Sintren Brebes ini merupakan seni
tradisi masyarakat didesa, dan tidak diketahui siapa penciptanya, karena seni
pertunjukan rakyat ini hidup dalam kolektif masyarakat. Kesenian Sintren ini
memiliki keunikan tersendiri yaitu pelaku utamanya seorang gadis suci yang
belum akil balik dan belum terjamah tangan laki-laki yang digunakan sebagai
media masuknya roh bidadari sehingga penari mengalami intrance(tidak sadarkan
diri). Kesenian Sintren muncul sebagai ungkapan rasa syukur kepada nenek
moyang, dan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah memberikan
hasil panen yang melimpah. Selain itu kesenian Sintrendipercaya dapat digunakan
sebagai ritual memindahkan hujan, penglaris dagangan, dan untuk menyembuhkan
penyakit. Biasanya pada waktu musim hajatan, baik khitanan maupun pernikahan
Sintren banyak yang menanggap, tidak hanya masyarakat Brebes sajatetapi juga
daerah-daerah disekitarnya.
Kesenian
ini didukung oleh kaum muda dan kaum tua dengan latar belakang yang berbeda. Kaum
tua mengadakan penyelenggaraan kesenian tradisional Sintren pada saat musim
kemarau dengan maksud untuk memohon hujan, sedangkan kaum muda (laki-laki)
mendatangi pertunjukan kesenian Sintren dengan tujuan yang khusus yaitu
berharap memperoleh jodoh yang diidamkan yaitu, seorang gadis cantik yang masih
murni (perawan). Gadis–gadispun banyak juga yang datang menonton kesenian
Sintren dengan maksud yang lain lagi yaitu untuk menentukan kenalan baru yang
diharapkan cocok untuk menjadi pasangannya. Kaum remaja, serta anak-anak
menonton kesenian Sintrentersebut dengan tujuan sekedar hiburan saja.Kesenian
tradisional Sintrenternyata mampu memberikan hiburan sehat kepada masyarakat
dan membangkitkan semangat gairah untuk melangkah maju bergotong-royong sehingga
dengan mudah para tokoh masyarakat mengarahkan potensinya untuk digerakan dalam
membangun desa. Kesenian Sintren hidup subur dan berkembang sampai dengan
kira-kira akhir akhir tahun 1800, dan sejak awal tahun 1900 kesenian Sintren
mengalami kemunduran akibat situasi kesulitan ekonomi yang melanda daerah
Brebes pada saat itu, yang merupakan salah satu faktor penyebab mundurnya
kesenian Sintren. Menjelang tahun 1920 kesenian Sintren muncul lagi di arena
pentas untuk menghibur masyarakat. Kesenian ini setapak demi setapak maju
seirama dengan timbul tenggelamnya kehidupan masyarakat pendukungnya. Hal ini
dilihat dari banyaknya pementasan kesenian Sintren tersebut yang hampir setiap
malamnya di padukuhan-padukuhan daerah Brebes. Bahkan lebih sering dari satu pementasan
dalam satu padukuhan pada satu malam. Pada tahun 1940 kesenian Sintren kembali
mengalami kemunduran yang cukup memprihatinkan akibat ketidak-tentraman
masyarakat karena tentara Jepang menjajah Indonesia. Jaman pendudukan Jepang
dirasa oleh rakyat sebagai jaman yang cukup memberikan tekanan serta
penderitaan kepada rakyat, sehingga minat untuk menghibur mengadakan kesenian
Sintren hilang sama sekali. Kesenian Sintren menjadi semakin langka setelah
datangnya tentara Jepang ke Indonesia. Sesekali pernah muncul pementasan
kesenian Sintren, dan saat-saat yang demikian itupun tampil dalam wajah yang
suram, ditandai dengan kostum-kostum yang memprihatinkan dan juga dimainkan
oleh seniman seniwati yang berwajah murung, bertubuh kurus, disebabkan rasa
penderitaan yang menghimpit diri para pemainnya. Namun demikian, dalam keadaan
prihatin itu setiap kesenian Sintrenmuncul di arena kaum muda-mudi, remaja, dan
kaum tua tetap menyempatkan diri hadir menontonnya. Hal ini menandakan bahwa
kesenian Sintren masih digemari masyarakat. Pada tahun 1945 setelah Indonesia
merdeka, keadaan kesenian Sintrensemakin membaik lagi meskipun kostum dan
alat-alatnya tetap dalam keadaan yang menyedihkan. Namun pada suatu ketika
kesenian Sintrensempat menghilang sama sekali. Kira-kira tahun 1953 penduduk di
lokasi Sintren inisangat takut terhadap anggota pasukan DI/TII yang menganggap
bahwa kesenian Sintrenadalah kesenian yang mendatangkan makhluk halus, dan
mendatangkan makhluk halus ini merupakan perbuatan yang bertentangan dengan agama
yang berkembang di pantai utara khususnya daerah Brebes. Masyarakat yang
mempunyai (menghuni) wilayah SintrenBrebes ini menyingkir ke desa yang dirasa
aman. Sejak tahun 1960, yaitu sejak meredanya kegiatan pemberontakan DI/TII di
wilayah Kabupaten Brebes, kesenian Sintrenmulai muncul lagi dalam
pementasan-pementasan. Bahkan mulai dipentaskan pada acara hiburan pada
orang-orang khajatan. Menjelang tahun 1965 kesenian Sintren terganggu oleh
meletusnya Gerakan 30 S/PKI. Gerakan ini dengan sangat drastis mematikan
kegiatan kesenian Sintrenuntuk beberapa saat karena gerakan tersebut menyeluruh
di setiap pelosok wilayah Kabupaten Brebes, dan mereka takut mengadakan
kegiatan kesenian Sintren. Kira-kira pada tahun 1970 kesenian Sintrenmulai lagi
ditelusuri oleh petugas-petugas pemerintah, dalam hal ini oleh petugas-petugas
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jendral Kebudayaan. Di Brebes
petugas-petugas Kantor Pembinaan Kebudayaan Kabupaten Brebes mulai mencari
tokoh-tokoh Sintrentersebut dalam rangka menghidupkan kembali. Mulailah
dihimpun seniman-seniman Sintrentersebut dan mulai dipentaskan. Sejak saat itu
satu demi satu menyusul muncul kelompok-kelompok SintrenBrebes yang baru. Pada
tahun 1981 pegawai Kebudayaan Kantor Depatemen Pendidikan dan Kebudayaan
Kabupaten Brebes mulai mengadakan pembinaan yang lebih intensif, dengan
mengarahkan sikap hidup para senimannya, memberikan bimbingan dan penyuluhan
teknis baik dalam hal pola lantai, rias, busana, syair, dan sebagainya. Tentu
saja dengan mempertahankan keasliannya.
Pertunjukan kesenian
tradisionalSintren Brebes masih cukup digemari karena menampilkan hiburan yang
memberikan nilai keindahan kepada masyarakat karena terdapat nyanyian, musik
dan tarian yang dapat dinikmati oleh masyarakat. Selain itu pertunjukan Sintren
Brebesjuga menonjolkan tindakan yang terkadang sulit diterima nalar. Antara
lain, pada saat penari dimasukan ke dalamkurunganmengalami perubahan yaitu
penari Sintren Brebestelah berdandan cantik dan berbusana tari lengkap dengan
aksesorisnya, perubahan ini terjadi karena roh bidadari meriasi dan memakaikan
busana Sintren Brebes.Pada kesenian SintrenBrebes terdapat unsur-unsur penting
antara lain, sajen sebagai unsur utama (unsur magic) pada kesenian
tradisionalSintren Brebesini masih sangat berpengaruh dan mempunyai fungsi yang
penting dalam setiap pertunjukan SintrenBrebes. Unsur yang tidak kalah penting
pada kesenian tradisional SintrenBrebes adalah musik. Musik berperan sebagai
pengiring selama kesenian tradisional SintrenBrebes berlangsung. Lagu dalam
iringan musik Sintrenbermacam-macam antara lain;Turun Sintren, Widadari, Simbar
Melati, Tambak-tambak Pawon, Bajigur Aren, Bapak Tani, Solasih, Kembang Mawar,
Blenderan, Kembang Dadap, Bayem Ceprol, Pitik Walik, dan lain-lain.
0 Komentar